1. Pemeriksaan
pendahuluan (voronderzoek)
Pemeriksaan
pendahuluaan adalah suatu tindakan pengusutan dan penylidikan apakah suatu
sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau tidak. Dalam tingkatan pemeriksaan ini diselidiki
ketatapidanaan apa yang dilanggar dan diusahakan untuk melakukan siapakah yang
melakukan tindak pidana dan siapaka saksi-saksi yang melihat kejadian di tempat
kejadian perkara (TKP).
Dalam
kegiatan pendahuluan terdapat tiga kegiatan yang harus dilaksanakan yaitu:
Ø Kegiatan
pengusutan untuk mencari dan untuk menyelidiki kejahatan dan pelanggaran yang
terjadi.
Ø Penyelesaian
pendahuluan, hal ini bermaksud untuk meninjau secara yuridis, yakni
mengumpulkan bukti-bukti dan menetapkan ketentuan pidana yang dilanggar.
Ø Kegiatan
penuntutan, yaitu suatu pengajuan perkar ke meja sidang pengadilan oleh
penuntut umum.
Dalan sidang pemeriksaan
pendahuluan dipergunakan sebagai pedomn asas-sass sebagai berikut:
Ø Asas
kebenaran materiil (kebenaran dan kenyataan), yaitu suatu usaha yang ditujukan
untuk mengnai apakah tindak pidana tersebut benar-benar terjadi.
Ø Asas
inakwitor, yaitu bahwa si tersangka hanyalah merupaka objek dalam pemeriksaan,
tidak mempunyai apa-apa dan segala tindakan yang dilakukan dalm keadaan yang
tidak terbukt untuk umum.
Penyelidikan
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak
pidana. Dan penyidikan serangkaian tindakn penyidik dalam hal dan menurut tata
cara yang diatur dalam undang-undang untu k mencari serta pengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya. Adapun latar belakang, motivasi dan urgensi
diintroduksinya fungsi dari penyidikan yyang berada di dalam KUHP antara
lain untuk perlindungan dan jaminan
terhada hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan
wewenang alat-alat paksa yang ketatnya pengawasan, dan adanya lembaga ganti
rugi dan rehabilitasi, dikaitkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi dan di
duga terjadi tindak pidana itu tidak selalu menampakkan secara jelas sebagai
tindak pidana. Menurut pasal 108 ayat 1 KUHAP penyelidik atau penyidik yang
telah menerima laporan segera datang ke tempat kejadian dan dapat melarang
setiap orang untuk meninggalkan tempat kejadian selama pemeriksaan tersebut
belu selesai. Pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan
dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu
dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya,
pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti test neurologi. Dengan petunjuk yang didapat
selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut.
Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi
pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut
dan tekanan darah selalu dilakukan pertama
kali. Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat
oleh dokter dalam ilmu kedokteran
forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan
di bawah sumpah,
untuk kepentingan pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang
sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan,
pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa
(korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan
oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak. Dalam
KUHAP
pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
·
Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang
seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
·
Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang
ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya
2. Pemeriksaan
dalam sidang Pengadilan
Pemeriksaan
perkara dalam sidang pengadilan bertujuann untuk meneliti dan menyaring apakah
suatu tindak pidana benar terjadi atau tidak, dan apakah pasaldalam KUH Pidana yang
dilanggar itu sesuai dengan perumusan dengan tindak pidana yang dituduhkan
kepada tersangka. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan bersifat akusator (arti
kata menuduah) bahwa seseorang tersangka yaitu pihak yang didakwakan sebagai
pihak yang sederajat menghadapi pihak lawan yaitu penuntut umum seolah lah
pihak kedua belah pihak itu sedang bersengketa dimuka hakim yang akan memutus
perkara tersebut. Pemeriksaan secara terbuka untuk umum kecuali untuk peraturan
menetukan lain, misalnya dalam hal melakukan kejahatan kesusilaan dan lain
sebagainya. Setelah semua surat pemeriksaan pendahuluan selesai, kepala
kejaksaan akan menyerahkan surat (berkas-berkas) serta bukti-bukti lainnya
perkara yang bersangkutan kepada ketu pengadilan negeri yang berkuasa dengan
permintaan supaya perkara segera dilimpahkan ke pengadilan negeri.
Setelah ketua hakim
memelajari berkas-berkas pemeriksaan pendahuluan itu dan menganggap telah cukup
bukti maka ia menentukan hari sidang dan memerintahkan jaksa guna memanggil
terdakwa dan saksi-saksi untuk duduk di muka sidang. Setelah pemeriksaan
selesai, penuntut umum membacakan tuntutnnya dan menyerahkan tuntutan itu
kepada hakim dan hakim memperoleh kenyakinan dengan alat-alat bukti yang sah
akan suatu perkara tersebut maka ia akan mempertimbangkan hukuman apa yang akan
dijatuhkan. Rumah Penyimpanan
Benda Sitaan Negara,atau disingkat Rupbasan adalah tempat benda yang disita
oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Rupbasan didirikan pada setiap
ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rupbasan.
Di dalam Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang
bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim. Penggunaan benda sitaan bagi keperluan penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, harus ada surat permintaan dari
pejabat yang bertanggungjawab secara juridis atas benda sitaan tersebut.
Pengeluaran barang rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara
tertulis. Pemusnahan barang rampasan dilakukan oleh jaksa, dan disaksikan oleh Kepala Rupbasan.
Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah
tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan
di Indonesia. Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(dahulu Departemen Kehakiman). Rutan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rutan. Di
dalam rutan, ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.Selain itu Lembaga
Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas
di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa
juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses
peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan
narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan
istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama
kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana
disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman,
namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang
dijatuhi pidana ke dalam masyarakat.