k

Sabtu, 17 September 2016

LATAR BELAKANG HUKUM INDONESIA

Hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Namun dalam masyarakat pada waktu itu belum mampu mengubah sama sekali hukum yang sudah berlaku dalam masyarakat. Ketidakmampuan ini diakui oleh negara, yaitu dengan selalu mengadakan peraturan peralihan dalam undang-undang dasarnya (pasal peralihan adalah pasal yang berisi petunjuk mengenai peralihan dari tata hukum yang lama ke tata hukum yang baru). Maka dari itu tidaklah benar bahwa tata hukum Indonesia adalah kelanjutan dari Tata Hukum Hindia Belanda, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut diperlakukan hanya sementara, selama belum dibuat yang baru yang sesuai dengan UUD yang baru dan tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945
Proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia Tahun 1945 adalah merupakan karya Agung sejarah dan puncak dari ketidak menentuan dan proses perjuangan Bangsa yang amat sangat panjang, dari segala aspek yang saling berhubungan, tidak terkecuali dalam aturan aturan hukum yang berlaku Bagi Bangsa Indonesia, karena pada saat Bangsa Indonesia ini memproklamirkan kemerdekaanya adalah merupakan awal dari segala galanya dan bertujuan untuk selama lamanya.
Di tinjau dari sejarah Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut oleh Bangsa Indonesia dalam hal mengenai masalah Perdata maupun masalah Pidana itu mengacu pada hukum yang ada di Eropa, khususnya dari Belanda karena sejarah pada masa lalu bahwa Indonesia merupakan wilayah jajahan Belanda. Hukum bagi Bangsa Indonesia juga terpengaruh oleh Hukum agama karena mayoritas masyarakat Indonesia menganut Agama Islam, maka hukum yang dominan di Indonesia adalah syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan.

Lapangan-Lapangan Hukum di Indonesia


Aturan-aturan hukum yang beraneka ragam itu dapat digolongkan menjadi lapangan-lapangan hukum tertentu. Di dalam UUDS 1950 pernah disebut beberapa lapangan hukum yaitu dalam pasal 102 dan pasal 108.
Dalam pasal 102 UUDS disebut:
1. Hukum perdata dan hukum dagang
2. Hukum pidana sipil dan Hukum pidana militer
3. Hukum acara perdata dan Hukum acara pidana
Pasal 108 UUDS menyebut pula Hukum tata usaha. Namun demikian kedua pasal tersebut tidaklah memuat pembagian lapangan hukum di Indonesia, sehingga tidak menyebut secara lengkap semua lapangan hukum.
Pasal 102 UUDS ini hanya menyebut lapangan-lapangan hukum yang harus diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum. Dengan kata lain, pasal ini hanya menyebut lapangan-lapangan hukum yang harus dikodifikasikan.
Sedangkan pasal 108 UUDS hanya menentukan siapa yang harus memutuskan sengketa-sengketa yang mengenai hukum tata usaha (hukum administrasi). Pada pokoknya jenis-jenis lapangan hukum dapatlah disebutkan sebagai berikut:
Pertama, Hukum Tata Negara. Dengan terwujudnya Negara Indonesia dapat dimengerti bahwa aturan-aturan hukum tentang negara Indonesia merupakan Hukum Tata Negara Indonesia. Singkatnya hukum tata negara adalah mengatur bagaimana keadaan organisasi yang disebut negara dan tugas-tugasnya.
Kedua, Hukum Administrasi Negara yang mengatur cara negara atau alat-alat perlengkapan negara hendaknya bertingkah laku dalam menjalankan tugasnya itu.
Ketiga, Hukum Perdata, yaitu keseluruhan aturan hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang terhadap orang lainnya di dalam negara, tingkah laku antara warga masyarakat dalam hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.
Keempat ialah Hukum Dagang yang pada hakekatnya merupakan bagian dari hukum perdata di bidang perdagangan atau perusahaan.
Kelima, Hukum Pidana, yakni aturan-aturan hukum yang mengatur tindakan-tindakan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggarnya.
Sedangkan lapangan hukum keenam adalah Hukum Acara yang meliputi Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.


Kamis, 15 September 2016

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

Pada tahun 1838 dengan berdasarkan asas yang terdapat dalam Code Civil dan Code de Commerce, pada waktu itu Pemerintah Belanda dapat menciptakan dua kodifikasi yang bersifat nasional yaitu, Burgelijk Wetboek yang disingkat (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK). Brgelijk Wetboek memuat peraturan mengenai hukum perdata, dimana kodifikasinya dibagi menjadi empat  buku, yaitu:
Buku I: Tentang Orang (Van Personen)
Buku II: Tentang Benda (Van Zaken)
Buku III: Tentang Perikatan (Van Verbintenissen)
Buku IV: Tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van Bewitsen Verjaring)

Sedangkan Wetboek Koophandel memuat peraturan mengenai perdagangan,dan kodifikasi ini terdiri dari 2 buku,yaitu:
Buku I: Tentang Perniagaan.
Buku II: Tentang hak dan Kewajiban yang ditimbulkan oleh perkapalan.
Dengan berintikan pada BW dan WvK belanda tersebut, setelah diadakan perubahan-perubahan, maka pada tahun 1847 disahkan kedua kodifikasi tersebut di atas untuk daerah Hindia belanda yaitu pada tanggal 1 Mei 1848. BW dan WvK sebagai hukum privat barat, sedangkan untuk golongan bumi putera dan timur asing berlaku hukum privat masing-masing. Nah pada pembahasan makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan secara rinci mengenai asas-asas hukum perdata.

Buku I Tentang Orang (Van Personen)

Buku Kitab undang-undang perdata menurut namanya terdiri atas peraturan-peraturan yang mengatur mengenai subjek hukum. Di samping itu memuat juga peraturan-peraturan hubungan keluarga, yaitu mengenai:
1.                Perkawinan dan hak-hak kewajiban suami istri
2.                Kekayaan perkawinan
3.                Kekuasaan orang tua
4.                Perwalian dan pengampuan
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban, subyek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.
Berlakunya manusia sebagai subjek hukum dimulai sejak ia dilahirkan dan berakhir pada saat orang tersebut meninggal dunia.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara:
-       Didirikan dengan akte notaris
-       Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat
-       Dimintakan pengesahan anggaran dasarnya kepada menteri kehakiman.
-       Diumumkan dalam tambahan Berita Negara
Hukum perkawinan dan hak-hak kewajiban suami istri
Hukum perkawinan ialah peraturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk hidup bersama.hukum perkawinan yang ada dalam KUH Perdata berdasarkan agama Kristen yang berasaskan monogami.
Syarat-syarat yang pokok yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perkawinan antara lain:
1.    Pihak-pihak calon mempelai dalam keadaan tidak terikat tali perkawinan .
2.    Laki-laki berumur 18 tahun, wanita (paling sedikit) 15 tahun.
3.    Dilakukan di muka Pegawai Negeri Sipil.
4.    Dengan kemauan bebas.
5.    Tidak ada pertalian darah yang terlarang.
Putusnya perkawinan
Alasan-alasan putusnya perkawinan (pasal 199)
-                    Kematian
-                    Kepergian suami atau isteri selama 10 tahun
-                    Akibat perpisahan meja dan tempat tidur dan perceraian.
Hak dan kewajiban suami isteri
1.    Kekuasaan material ada pada suami, yaitu bahwa suami menjadi kepala rumah tangga dan bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya.
2.    Kewajiban nafkah dari suami.
3.    Isteri mengikuti domisili suami.
4.    Isteri berhak membuat surat wasiat tanpa izin suami dan lain-lain.
Kekayaan perkawinan
Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sebatas mengenai kekayaan ini tidak diadakan ketentuan lain dengan perjanjian kawin (pasal 119).
Kekuasaan orang tua
Mengenai hal ini diatur dalam pasal 298 dan seterusnya.  Anak wajib hormat dan patuh kepada orang tuanya, sebaliknya orang tua wajib memlihara dan memberi bimbingan kepada anak-anaknya yang belum dewasa sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Sepanjang perkawinan bapak dan ibu, semua anak sampai dewasa tetap bernaung di bawah kekuasaan mereka sekedar mereka tidak dibebaskan atau dipecat ari kekuasaan itu (pasal 299).
Kekuasaan orang tua berlaku selama ayah dan ibunya masih dalam ikatan perkawinan. Kekuasaan orang tua itu berhenti apabila :
1.    Anak telah dewasa atau telah kawin lebih dahulu (sebelum usia dewasa).
2.    Perkawinan orang tua putus.
3.    Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim (misalnya karena pendidikannya buruk sekali).
4.    Pembebasan dari kekuasaan orang (misalnya karena kelakuan anak luar biasa nakalnya hingga orang tua tidak berdaya lagi.
Perwalian (vooddij)
Untuk anak yatim piatu atau anak yang belum dewasa yang tidak dalam kekuasaan orang tua, diperlukan bimbingan dan pemeliharaan, oleh karena itu harus ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan si anak (pasal 331 KUH Perdata). Wali ditetapkan oleh hakim.
Perwalian dapat dibedakan dalam:
-                    Perwalian menurut undang-undang (methelijk voogdij)
-                    Perwalian secara wasiat (testamenter voogdij)
-                    Perwalian selain dari kedua perwalian di atas (datieve voogdij)
Pengampuan (Curatele)
Orang-orang dewasa ada yang tidak mampu melakukan tindakan hukum. Mereka adalah orang yang dalam keadaan sakit ingatan, keadaan dungu, pemboros, dan tidak sanggup mengurus kepentingannya sendiri. Disebabkan kelakuanya buruk sekali atau mengganggu kemanan maka orang dewasa dalam keadaan demikian dapat diatruh dibawah pengampuan (curatele). Penetepan dapat dimintakan oleh suami atau istri, keluarga sedarah dan kejaksaan dan permintaan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukum orang yang dimintakan pengampuan berdomisili. Orang yang dalam pengampua disebut kurandus dan pengampunya disebut curator.   

 Buku II: Tentang Benda (Van Zaken)

Kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.menurut pasal 503 KUH Predata benda dibagi dalam 2 macam yaitu benda berwujud dan tak berwujud (benda bertubuh dan tak bertubuh). Sedang dalam pasal 504 KUH Perdata dikenal juga pembagian lain yaitu benda bergerak dan tak bergerak. Suatu benda dapat dikatakan bergerak dan tak bergerak dapat dilihat dari :
-                    Sifatnya
-                    Tujuannya
-                    Undang-undang
Dalam hukum perdata barat diatur hak-hak kebendaan, antara lain:
1.    Hak eigondom, yaitu hak milik mutlak atas suatu benda dan dapat dinikmati secara bebas asal dipergunakan tidak bertentangan dengan undang-undang dan tidak mengganggu orang lain.
2.    Hak opstal, yaitu hak untuk mempunyai atau mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain dengan mendapatkan izin dari pemiliknya.
3.    Hak erfacht, yaitu hak untuk mempergunakan benda tetap milik orang lain dengan membayar uang canon (pacht) pada tiap-tiap tahun, baik berupa uang atau benda lain atau buah-buahan.
4.    Hak hipotik, adalah hak tanggungan yang berupa benda tak bergerak.
5.    Hak servitut (hak pekarangan), ialah kewajiban bagi pekerangan yang berdekatan dengan kepunyaan orang lain untuk mengizinkan memakai atau menggunakan pekarangan tersebut.

Hukum waris
Hukum waris Barat adalah hukum yang mengatur keududukan hukum harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris). Kekayaan seseorang pada suatau saat harus berpindah tangan apabila seorang tersebut meninggal dunia. 
Mewaris dalam hukum perdata Barat dibagi dalam:
-                    Pewarisan atas dasar ketentuan undang-undang (ab-intestaat)
-                    Pewarisan atas dasar surat wasiat (testamenter).
Ahli waris dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:
1.                            Turunan dan janda pewaris
2.                            Orang tua dan saudara dari pewaris
3.                            Leluhur pewaris baik dari pihak bapak atau isteri
4.                            Keluarga sedarah lainnya sampai derajat ke-6

Buku III: Tentang Perikatan (Van Verbintenissen)

Perikatan ialah suatu perhubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara 2 orang  yang member hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan pihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang dan perjanjian.
Objek dari perikatan adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan yang terdiri dari:
1.                Memberikan sesuatu
2.                Berbuat sesuatu
3.                Tidak berbuat sesuatu
Apabila seseorang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya disebut wanprestasi dan ia dapat digugat ke pengadilan.

Buku IV: Tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van Bewitsen Verjaring)

Pembuktian termasuk pada hukum acara materiil, sehingga dapat dimasukan ke dalam hukum perdata meteriil. Dalam pemeriksaan perkara perdata hal-hal yang dibantah oleh pihak lawan sajalah yang harus dibuktikan, menurut undang-undang ada 5 macam pembuktian yaitu
1.                Surat-surat
2.                Kesaksian
3.                Persangkaan
4.                Pengakuan
5.                Sumpah

Lewat waktu (daluwarsa, verjaring)
Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (pasal 1946 KUH Perdata).
Dengan demikian lewatnya waktu seseorang dapat memperoleh milik atas suatu benda (tak bergerak/acquisitive verjaring). Dapat juga karena lewat waktu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan (extinctive verjaring).  

Rabu, 14 September 2016

PROSES PEMERIKSAAN PADA HUKUM ACARA PIDANA

1.    Pemeriksaan pendahuluan (voronderzoek)
Pemeriksaan pendahuluaan adalah suatu tindakan pengusutan dan penylidikan apakah suatu sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat dibuktikan kebenarannya atau tidak. Dalam tingkatan pemeriksaan ini diselidiki ketatapidanaan apa yang dilanggar dan diusahakan untuk melakukan siapakah yang melakukan tindak pidana dan siapaka saksi-saksi yang melihat kejadian di tempat kejadian perkara (TKP).
Dalam kegiatan pendahuluan terdapat tiga kegiatan yang harus dilaksanakan yaitu:
Ø  Kegiatan pengusutan untuk mencari dan untuk menyelidiki kejahatan dan pelanggaran yang terjadi.
Ø  Penyelesaian pendahuluan, hal ini bermaksud untuk meninjau secara yuridis, yakni mengumpulkan bukti-bukti dan menetapkan ketentuan pidana yang dilanggar.
Ø  Kegiatan penuntutan, yaitu suatu pengajuan perkar ke meja sidang pengadilan oleh penuntut umum.
Dalan sidang pemeriksaan pendahuluan dipergunakan sebagai pedomn asas-sass sebagai berikut:
Ø  Asas kebenaran materiil (kebenaran dan kenyataan), yaitu suatu usaha yang ditujukan untuk mengnai apakah tindak pidana tersebut benar-benar terjadi.
Ø  Asas inakwitor, yaitu bahwa si tersangka hanyalah merupaka objek dalam pemeriksaan, tidak mempunyai apa-apa dan segala tindakan yang dilakukan dalm keadaan yang tidak terbukt untuk umum.
Penyelidikan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana. Dan penyidikan serangkaian tindakn penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untu k mencari serta pengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Adapun latar belakang, motivasi dan urgensi diintroduksinya fungsi dari penyidikan yyang berada di dalam KUHP antara lain  untuk perlindungan dan jaminan terhada hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan wewenang alat-alat paksa yang ketatnya pengawasan, dan adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi, dikaitkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi dan di duga terjadi tindak pidana itu tidak selalu menampakkan secara jelas sebagai tindak pidana. Menurut pasal 108 ayat 1 KUHAP penyelidik atau penyidik yang telah menerima laporan segera datang ke tempat kejadian dan dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat kejadian selama pemeriksaan tersebut belu selesai. Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi. Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut.
Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali. Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak. Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
·         Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
·         Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya
2.    Pemeriksaan dalam sidang Pengadilan
Pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan bertujuann untuk meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana benar terjadi atau tidak, dan apakah pasaldalam KUH Pidana yang dilanggar itu sesuai dengan perumusan dengan tindak pidana yang dituduhkan kepada tersangka. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan bersifat akusator (arti kata menuduah) bahwa seseorang tersangka yaitu pihak yang didakwakan sebagai pihak yang sederajat menghadapi pihak lawan yaitu penuntut umum seolah lah pihak kedua belah pihak itu sedang bersengketa dimuka hakim yang akan memutus perkara tersebut. Pemeriksaan secara terbuka untuk umum kecuali untuk peraturan menetukan lain, misalnya dalam hal melakukan kejahatan kesusilaan dan lain sebagainya. Setelah semua surat pemeriksaan pendahuluan selesai, kepala kejaksaan akan menyerahkan surat (berkas-berkas) serta bukti-bukti lainnya perkara yang bersangkutan kepada ketu pengadilan negeri yang berkuasa dengan permintaan supaya perkara segera dilimpahkan ke pengadilan negeri.
Setelah ketua hakim memelajari berkas-berkas pemeriksaan pendahuluan itu dan menganggap telah cukup bukti maka ia menentukan hari sidang dan memerintahkan jaksa guna memanggil terdakwa dan saksi-saksi untuk duduk di muka sidang. Setelah pemeriksaan selesai, penuntut umum membacakan tuntutnnya dan menyerahkan tuntutan itu kepada hakim dan hakim memperoleh kenyakinan dengan alat-alat bukti yang sah akan suatu perkara tersebut maka ia akan mempertimbangkan hukuman apa yang akan dijatuhkan. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara,atau disingkat Rupbasan adalah tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Rupbasan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rupbasan. Di dalam Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim. Penggunaan benda sitaan bagi keperluan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, harus ada surat permintaan dari pejabat yang bertanggungjawab secara juridis atas benda sitaan tersebut. Pengeluaran barang rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Pemusnahan barang rampasan dilakukan oleh jaksa, dan disaksikan oleh Kepala Rupbasan.

Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Rutan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rutan. Di dalam rutan, ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.Selain itu Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat.